Liputan SBM,
Jakarta - Kasus tindak pidana terorisme di Surabaya pada 13-14 Mei 2018 lalu yang melibatkan anak-anak menyadarkan kita bahwa saat ini anak-anak pun telah menjadi sasaran paham radikalisme dan tindak pidana terorisme. Oleh karenanya, orangtua, masyarakat, dan pemerintah harus berperan dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan, nasionalisme, dan rasa cinta tanah air agar anak-anak mampu berpikir kritis dan membentengi diri mereka dari pengaruh pelaku terorisme. Kamis, 09 - 07- 2020
“Paham radikalisme merupakan embrio lahirnya tindak pidana terorisme. Dalam melakukan perekrutan, para pelaku terorisme biasanya menggunakan pendekatan personal, baik secara kekeluargaan maupun pertemanan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Lalu, mereka melakukan penanaman paham radikalisme melalui interaksi tatap muka. Penanaman paham radikalisme mendorong anak untuk melakukan perubahan secara mendasar dan menyeluruh terkait ideologi dan politik negara dengan mengangkat isu-isu permasalahan di masyarakat, seperti kemiskinan dan diskriminasi. Oleh karenanya, para teroris menjanjikan kesejahteraan dan menjanjikan surga. Paham radikalisme juga menafsirkan agama secara tekstual, sempit, dan dangkal,” tutur Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan Hukum dan Stigmatisasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Hasan dalam webinar Sosialisasi Pencegahan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme yang dilakukan secara virtual.
Hasan melanjutkan, setelah ditanamkan paham radikalisme anak-anak akan memiliki rasa bangga secara berlebihan dan dituntut untuk berkorban dengan melakukan tindak pidana terorisme. Selain merenggut hak anak, paham radikalisme juga menyebabkan perubahan-perubahan karakter dan perilaku yang mendasar dari anak-anak tersebut. Mereka menjadi intoleran, fanatik, eksklusif, tidak mau bergaul dengan teman-temannya, dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), selama 2015-2019 terdapat 15 (lima belas) anak yang tertangkap sebagai pelaku kasus tindak pidana terorisme. Direktur Pendampingan dan Peneliti YPP, Khariroh Maknunah mengatakan faktor pertama yang menyebabkan anak terpapar paham radikalisme dan tindak pidana terorisme adalah orangtua atau keluarga, taklim dan pertemanan, serta media sosial. Selama pandemi, pengaruh paham radikalisme bergerak melalui forum-forum online kecil yang disampaikan melalui media sosial. Forum ini mengajak remaja untuk melakukan kajian keislaman yang sangat ringan, seperti terkait perjodohan yang syar’i dan mengkaji Al-Quran.
Tindak pidana terorisme merupakan extra ordinary crime, oleh karenanya perlu kesiapsiagaan nasional dan upaya pencegahan secara terus menerus terhadap tindak pidana terorisme. Namun, hal yang juga harus diingat bahwa anak-anak yang terpapar paham radikalisme dan terlibat tindak pidana terorisme adalah korban yang seharusnya diberi perhatian lebih agar mereka sadar dan tidak lagi melakukan tindakan yang merugikan masyarakat, bangsa, dan negara.
Hasan berharap anak-anak mampu berpikir kritis dan melindungi dirinya dari pengaruh dan janji manis para pelaku terorisme, apalagi paham radikal bisa saja dilakukan oleh oknum orangtua, oknum guru, atau orang yang baru dikenal. Masyarakat juga diharapkan dapat menerima dengan baik anak pelaku dan tidak menstigmatisasi anak karena kondisi orang tuanya yang terlibat radikalisme dan tindak pidana terorisme. Masyarakat juga perlu menanamkan ajaran agama yang sebenarnya, bukan ajaran agama yang diputarbalikkan oleh para teroris. Selain itu, perlu juga ditanamkan nilai nasionalisme, rasa cinta tanah air, serta rasa saling menyayangi antar umat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
“Anak-anak harus selalu kritis dan waspada dalam membentengi diri mereka dari paham radikalisme dan tindak pidana terorisme. Mereka harus mewaspadai orang tidak dikenal yang mengajarkan paham radikal di lingkungannya, jangan mudah tertarik dengan janji manis pelaku untuk melakukan tindakan teror dan kekerasan, serta melaporkan kepada pihak berwenang jika ada warga yang teridentifikasi akan melakukan tindak pidana terorisme,” tutup Hasan. (RED) #Liputansbm.
Sumber : Kemen PPPA