PALANGKA RAYA - Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang menjerat mantan Kepala Desa (Kades) Desa Kahuripan Permai Kecamatan Dadahup Kabupaten Kapuas beberapa waktunya yang lalu kembali digelar.
Dalam sidang lanjutan dengan terdakwa FGGS terdakwa telah didakwa atas dugaan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b. Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 jo UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dimana terdakwa telah diduga kan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2018 dan 2019.
Berdasarkan penghitungan auditor terdakwa diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 584.186.251.
Jalannya sidang lanjutan pada (11/5/2021) terkuak keterangan jika mantan Kades Kahuripan Permai FFGSS di hadapan hakim ketua, penasehat hukum dan juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan lainnya adalah sebagai berikut.
Terdakwa mengatakan, bahwa diri nya bersama dengan 12 Kades lainnya dan Camat ada dimitai uang sebanyak 400 ribu rupiah. Dimana pada saat itu yang menyerahkan adalah oknum komisaris Bumdes kepada yang di duga dari oknum Kacabjari Palingkau dengan sebutan dana untuk Tunjangan Hari Raya (THR) pada tahun anggaran 2020.
“Yang terhormat penasehat hukum apakah saya pantas melanjutkan perkataan dan atau pernyataan saya di atas tadi,” Ucap terdakwa.
Penasehat hukum terdakwa menegaskan silahkan terdakwa lanjutan keterangannya berkaitan dengan dana THR tahun 2020 biar semuanya dibongkar saja dalam sidang ini.
Terdakwa dengan tegas kembali mengatakan, bahwa kami selaku kepala desa waktu tahun 2020 ada di mintai dana untuk THR pada saat ada rapat yang di undang adalah Kades bertempat di Kantor Kecamatan Dadahup, hal ini awalnya atas perintah oknum Camat Dadahup pada saat rapat.
Hal senada juga di katakan oleh penasehat hukum terdakwa yaitu Naduh, SH, membenarkan jika dalam fakta sidang lanjutan kemarin dulu itu ada dana THR yang kuat di duga atas perintah oknum Camat Dadahup untuk diberikan kepada oknum yang diduga adalah Kacabjari Palingkau melalui Komisaris Bumdes.
Setiap Kepala Desa untuk memberikan uang sebesar 400 ribu rupiah, dimana dalam fakta persidangan lanjutan ini jelas terungkap ada aliran dana yang bersumber dari semua Bumdes berjumlah 13 desa dan juga Camat memberikan uang THR kepada oknum pejabat.
“Jujur saya terkejut klain saya mengatakan ini dalam persidangan kemarin,” Tutur Naduh.
Atas pernyataan dan bukti rekaman dan dalam bentuk dokumen dalam persidangan ini, selaku penasehat hukum akan mengambil langkah hukum dengan melaporkan oknum Kacabjari Palingkau selaku penyidik dan juga selaku JPU kepada Jaksa Pengacara dan Penindakan baik ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah dan juga Kejaksaan Agung RI.
Dirinya juga menuturkan jika dalam persidangan dalam kasus ini juga terungkap untuk saksi yang tidak bisa hadir ditemukan adanya dokumen palsu dalam artian pihak Jaksa penyidik membuat sendiri berkaitan dengan berhalangan hadirnya para saksi ini yang mana surat saksi di buat langsung dan bertanda tangan basah di atas materai 6 ribu rupiah itu patut di duga tanpa diketahui langsung apa isi surat dimaksud oleh para saksi yang tidak bisa hadir.
Naduh juga menegaskan akan melaporkan kepada Kapolda Kalteng berkaitan dengan dokumen surat saksi yang di palsukan oleh yang di duga sebagai penyidik dan juga sebagai JPU dalam perkara ini.
Berkaitan dengan hasil audit laporan keuangan Desa Kahuripan Permai dimana ada yang menyatakan ada merugikan negara itu keluar bukan dari BPK Kalteng namun dari Inspektorat Kabupaten Kapuas.
“Selaku penasehat hukum saya meminta warga Kalteng untuk mengikuti perkembangan kasus ini dalam setiap kali sidang di gelar agar paham apa yang sebenarnya terjadi,” demikian Naduh. (Red Liputan SBM).