Semarang - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Juru bicaranya Sekar Putih Djarot dalam siaran pers, menyampaikan "Menawarkan pinjaman melalui saluran komunikasi pribadi, baik SMS maupun pesan instan pribadi lainnya tanpa persetujuan konsumen tidak diperbolehkan,” ucapnya pada Selasa (22/6/).
Masyarakat diminta menghapus dan memblokir nomor yang mengirim pesan, karena Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa penawaran pinjaman online melalui SMS dan WhatsApp Tidak diperbolehkan. Semarang, Jum'at, 25/6/2021
Larangan inj berlaku juga untuk startup teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) resmi yang terdaftar di OJK. Itu karena penawaran melalui SMS dan WhatsApp merupakan ciri-ciri pinjaman online atau pinjol ilegal.
Masyarakat diminta untuk tidak mengklik tautan dalam pesan penawaran pinjaman lewat SMS atau WhatsApp. Kemudian mengecek legalitas fintech melalui kanal IKNB – financial technology di situs OJK.
Baca Juga : OJK Lakukan Pengawasan Market Conduct Agar Tak Rugikan Konsumen
Selain itu, bisa menghubungi kontak OJK 157, WhatsApp 081157157157, atau email konsumen@ojk.go.id.
Sejak 2018 hingga Juni 2021, Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi memblokir 3.193 pinjol ilegal. Sebagian besar karena memanfaatkan data pribadi nasabah untuk keperluan penagihan yang mengintimidasi.
"Kami sudah memblokir 3.193 pinjaman online ilegal. Jumlah ini sangat besar," kata Ketua Satgas Tongam L Tobing saat konferensi pers di Yogyakarta (10/6).
Satgas Waspada Investasi merupakan gabungan dari 13 lembaga dan instansi. Beberapa di antaranya OJK, Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kejaksaan Agung, dan Polri.
Baca Juga : Pinjaman Online Membuat Masyarakat Resah
Tongam juga menyampaikan, tidak sedikit masyarakat yang terjebak pinjaman online ilegal karena rata-rata persyaratannya mudah. Padahal, konsekuensi penggunaan layanan pinjol legal sangat berbahaya.
"Bunga yang dijanjikan hanya setengah persen, tetapi realisasinya bisa 2% - 4% per hari. Yang paling berbahaya yakni selalu meminta izin untuk mengakses semua data dan kontak di ponsel," jelasnya lagi.
Setelah mendapatkan data pribadi, pemberi pinjaman sewaktu-waktu akan menggunakannya untuk mengintimidasi dan meneror nasabah yang tidak segera melunasi hutang. Caranya, dengan menyebarkan foto atau data pribadi yang bersangkutan kepada publik. Ia pun mengimbau korban melapor ke kepolisian jika hal itu terjadi.
Meski begitu, ia menyampaikan bahwa pinjaman online resmi bisa dimanfaatkan. Layanan ini menjembatani kebutuhan dana masyarakat yang tidak bisa mengakses sektor jasa keuangan seperti bank. #liputansbm
Pewarta : Puji S