Semarang - Pemerintah kembali melakukan pembatasan kegiatan masyarakat melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri No.15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Kebijakan ini mendapat sorotan berbagai pihak termasuk kalangan serikat buruh. Minggu, 11/07/2021.
Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Saepul Tavip, mengatakan beberapa hari setelah berlakunya PPKM darurat kalangan pekerja masih ada yang masuk kerja seperti biasa. Padahal sudah jelas Instruksi Mendagri itu mengatur untuk wilayah daerah menerapkan pelaksanaan kegiatan pada sektor non esensial diberlakukan 100 persen Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah.
Mengacu beleid itu, Tavip menyebutkan untuk sektor esensial seperti energi, kesehatan, transportasi, industri makanan dan minuman, obyek vital nasional, konstruksi dan kebutuhan pokok boleh bekerja 100 persen. Pekerja sektor esensial seperti keuangan, perbankan, IT dan komunikasi, industri orientasi ekspor, dan perhotelan non penanganan karantina Covid-19 maksimal 50 persen yang boleh bekerja.
Menurut Tavip, kebijakan PPKM Darurat ini perlu diberlakukan mengingat penularan Covid-19 yang semakin meningkat. Dia mengakui klaster perkantoran dan industri ikut menyumbang peningkatan penularan Covid-19. Padahal pemerintah telah menerbitkan panduan kerja seperti tertuang dalam Kepmenkes No.HK.01.07/Menkes/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri.
Kementerian Ketenagakerjaan juga telah menerbitkan Keputusan Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 No.5/151/as.02/XI/2020 tentang Pedoman K3 Tenaga Kerja pada masa Pandemi Covid-19 dalam rangka meminimalisir penyebaran Covid-19. Sayangnya, masih ada manajemen perusahaan dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) serta pekerja/buruh yang belum mematuhi ketentuan tersebut.
"Kami mendukung kebijakan pemerintah menerbitkan PPKM Darurat ini. Sekaligus mendesak perusahaan dan serikat buruh untuk mematuhi ketentuan tersebut,” kata Tavip ketika dihubungi, Rabu (7/7/2021).
Untuk mendukung pelaksanaan PPKM Darurat Tavip mengusulkan sedikitnya 5 hal.
Pertama, mendesak manajemen perusahaan untuk mewajibkan seluruh pekerja di sektor non esensial untuk bekerja dari rumah dengan tetap membayar upah buruh.
Kedua, bagi sektor kritikal (pokok) dan esensial yang masih mempekerjakan pekerjanya di tempat kerja baik manajemen dan serikat buruh wajib mematuhi ketentuan yang diterbitkan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Ketenagakerjaan guna mencegah penularan Covid-19 di tempat kerja. Ketentuan itu telah mengatur standar operasional bagi manajemen dan pekerja.
Ketiga, PPKM Darurat ini tidak boleh dijadikan dalih perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau merumahkan buruh tanpa upah.
Keempat, mendorong pengawas ketenagakerjaan untuk meningkatkan perannya dalam pelaksanaan PPKM Darurat ini. Petugas pengawas bisa melakukan upaya persuasif dan penegakan hukum bagi manajemen perusahaan yang melanggar PPKM Darurat.
Pengawas Ketenagakerjaan perlu berkomunikasi dengan serikat buruh/serikat pekerja atas pelanggaran PPKM Darurat yang dilakukan perusahaan,” kata dia.
Kelima, Tavip mengusulkan pemerintah untuk memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada pekerja yang terdampak PPKM Darurat baik pekerja sektor formal, informal atau kemitraan. Bantuan subsidi ini penting untuk mendukung daya beli buruh dan keluarganya.
Sebelumnya, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan kalangan buruh mendukung upaya pemerintah menanggulangi pandemi Covid-19. Tindakan yang paling penting dilakukan saat ini adalah kerja nyata dari Menteri dan pejabat terkait untuk mencegah penularan Covid-19. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain memberikan secara gratis masker, obat, vitamin, kepada buruh dan masyarakat melalui jaringan klinik dan apotek BPJS Kesehatan.
“Pemerintah juga dapat mengatur waktu operasional pabrik untuk menghindari ledakan PHK, merumahkan karyawan, atau memotong gaji karyawan. Kebijakan ini yang ditunggu buruh dan rakyat, bukan ancaman Menteri dan sekedar omongan tidak boleh ada PHK,” tegas Iqbal.
Iqbal mengatakan bagi perusahaan yang operasionalnya bisa dikerjakan di luar tempat kerja lebih baik memberlakukan WFH 100 persen. Tapi untuk industri manufaktur sulit melakukan WFH 100 persen. Dia memberi contoh beberapa perusahaan manufaktur di bidang otomotif, elektronik, dan komponen yang belum lama ini melakukan test swab antigen dilanjutkan tes PCR menunjukan hasil dari sekitar 2.000 pekerja yang mengikuti tes sebanyak 200 diantaranya positif Covid-19.
“Angka penularan ini sangat tinggi sekali. Buruh memiliki resiko terpapar Covid-19 cukup tinggi, karena setiap hari mereka harus berangkat ke pabrik. Hampir mayoritas anggota KSPI di klaster pabrik, angka buruh positif Covid-19 di pabrik rata-rata 10%. Dari klaster pabrik kemudian menularkan ke klaster keluarga akibat tidak diberikannya obat dan vitamin ke buruh yang sedang Isolasi Mandiri (isman) tadi,” terangnya.
Untuk mencegah penularan Covid-19 klaster pabrik, Iqbal mengusulkan setidaknya tujuh hal.
Pertama, buruh perlu mendapatkan secara gratis masker, obat, dan vitamin termasuk yang melakukan isman.
Kedua, klinik, apotek, dan puskesmas jaringan BPJS Kesehatan bisa menerima pengambilan obat, vitamin, dan masker gratis itu.
Ketiga, perusahaan yang penularan Covid-19-nya tinggi, maka seluruh buruhnya harus diliburkan untuk sementara waktu sesuai rekomendasi Disnaker dan Satgas Covid, misal 1-5 hari libur total.
Keempat, setelah libur sementara selesai, perusahaan wajib menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dengan ketat yang biayanya ditanggung bersama BPJS dan perusahaan untuk pembagian gratis masker, hand sanitizer, vitamin untuk buruh yang sedang bekerja.
Kelima, perusahaan atau pabrik yang angka penularannya tinggi, dapat melakukan masuk kerja bergilir sehingga mengurangi jumlah kerumunan buruh dan mobilitas di pabrik. Sedapat mungkin tidak menghentikan operasional secara total karena dikhawatirkan dapat menimbulkan potensi ledakan PHK.
Keenam, perusahaan yang tetap operasional tersebut tidak boleh merumahkan buruh dengan memotong gaji, apalagi melakukan PHK.
Ketujuh, jika PHK tidak bisa dihindari, harus didahului dengan langkah preventif seperti kerja bergilir, mengurangi shift kerja, memotong tunjangan tanpa memotong upah pokok, dan lainnya. “Intinya PHK harus dihindari,” tutupnya. #liputansbm
Pewarata : Puji S