BUDAYA DAYAK MELAWAN TERORIS - Liputan Sbm

Nusantara Baru Indonesia Maju

Nusantara Baru Indonesia Maju

16/1224

16/1224

30 December 2021

BUDAYA DAYAK MELAWAN TERORIS

 

                                       

                                         Oleh : Liberti Natalia Hia   

        (Dosen Universitas PGRI Palangka Raya Pendidikan Sejarah                      dan Wakil Sekretaris Umum GERDAYAK Indonesia )

PALANGKA RAYA - Menjelang Natal Desember 2021  dan menjelang  Tahun Baru 2022 warga Kalimantan Tengah di kejutkan oleh berita ada nya penangkapan teroris oleh Densus 88  anti terror di Kota sampit dan palangka raya , di duga teroris tersebut jaringan kelompok Ansharud Daulah yang berafiliasi ke Islamic State (ISIS) dan berbaiat kepada Abu Bakar Al Baghdadi dan penggantinya. Tentu saja hal ini menimbulkan keresahan, hal yang sebelumnya tidak pernah di di duga akan terjadi Kalimantan tengah yang damai ini. Menurut konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.Teroris dengan berbagai macam  alasan melakukan aksinya dari agama, politik, atau tidak puas dengan pemerintahan, teroris ini bagaikan sel kanker yang tidak memandang bulu yang akan memakan sel-sel aktif  lainnnya melumpuhkan organ tubuh bahkan mengakibatkan kematian. Aksi terorisme menebar rasa takut  dan kekacauan , tapi kita tidak boleh lengah, tidak boleh kalah dan tidak boleh lemah.

Pada kenyataan nya mengandalakan militer saja tidak cukup,  apa yang kita bisa pelajari dari setiap kasus yang terjadi?, Pemerintah  haruslah meelakukan pendekatan budaya lebih serius lagi untuk menjinakan terorisme ini. Belajar dari italia dan Filipina yang memerangi teroris dengan Seni dan Budaya, Italia memilih jalan seni. Italia  justru akan meningkatkan pendanaan terhadap museum, pementasan teater, dan konser. Italia mengalokasikan dana sekitar 1 miliar euro atau Rp14 triliun diperuntukkan bagi program-program budaya. Bahkan Bahkan, setiap 18 tahun Italia akan memberikan tambahan US$530 atau Rp7,2 juta untuk setiap aktivitas hiburan dan kebudayaan, seperti konser musik, produksi film, maupun pementasan teater budaya. Italia menjawab terorsme dengan budaya , karena budaya dianggap dapat meredakan ketegangan antara antara masyarakat yang termarjinalisasikan dengan Italia, yang dapat mengakibatkan terorisme tersebut.

Bagaimana dengan Kalimantan Tengah?  Kalimantan Tengah dengan Budaya Huma Betang memiliki nilai-nilai positif   dalam menjaga  keharmonisan hidup berdampingan dalam bingkai kehidupan baik   dalam   keluarga,   sekolah,   masyarakat, berbangsa  dan  bernegaranya  Masyarakat  Suku  Dayak  sadar  pluralitas hadir dalam kehidupan mereka. Namun perbedaan-perbedaan yang ada bukan  sebagai pemisah,   tetapi   bagaimana   mengupayakan hidup rukun dan damai berdampingan dengan warga  lainnya. Huma Betang sebagai  sebuah bangunan    yang    mencerminkan   kehidupan bersama  dalam  suatu  wadah  dengan  berbagai macam karakteristik penghuninya, menghadir-kan  sebuah  budaya Huma Betang yang  merupakan cerminan hidup bersama dalam keberagaman. Walaupun  berbeda-beda  agama,  tetapi  bukan berarti  kebersamaan  diantara  masyarakat  luntur. Mereka tetap menjaga kebersamaan. Mereka  saling  menghormati,  walaupun berbeda kepercayaan. Selain Huma Betang ada juga Kabupaten Kotawaringin Timur menggunakan motto “Habaring Hurung” yang berarti “gotong royong”, kabupaten Katingan dalam arti yang serupa memakai “Penyang Hinje Simpei yang artinya  semangat persatuan dan kesatuan, dan masih banyak lagi nilai-nilai positif budaya Dayak.

Seperti kita tau terorisme yang berakar dari radikalisme dilakukan secara terorganisir serta memiliki pola yang sistematis dari tahap perekrutan, kaderisasi, hingga aksi. Dosen Kajian Terorisme UI, Amanah Nurish, menjelaskan, tindakan teror merupakan kejahatan yang berlatarbelakang absennya empati diri dari pelaku teror. Pelaku teror biasanya kuat dalam hal beragama, namun lemah dalam berkebudayaan. Terorisme terjadi bukan karena lemahnya beragama, tingkat pendidikan, atau ekonomi akan tetapi adanya krisis kebudayaan. Pendekatan budaya adalah perlawanan yang bermartabat  menghadapi terorisme yang mengakar. Untuk itu nilai-nilai budaya Dayak haruslah terus diangkat dan ditanamkan agar tidak memudar, dengan hidup rukun yang  menjunjung falsafah Huma Betang  maka masyarakat mampun membaca isyarat-isyarat akan adanya teror, yang ditandai dengan perubahan situasi dan kondisi menjadi goyah. isyarat-isyarat itu antara lain berupa adanya isu-isu dan opini yang tidak baik yang berkembang dimasyarakat.

Strategi anti terorisme juga harus dilakukan dengan cara yang lebih menyeluruh dan mendasar, yang juga mencakup aspek sosial, pendidikan, dan budaya, dengan mengembalikan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika yang saling menghargai, tanpa kekerasan dan tanpa diskriminasi ( seperti yang terkandung dalam Falsafah Huma Betang) untuk itu  dalam menghadapi terorisme ini sangat mendesak memberi dukungan secara sadar dan terencana kepada kegiatan-kegiatan seni-budaya dan memasukan nilai-nilai budaya lokal yang positif kedalam kurikulum pendidikan di Kalimantan Tengah. (Red)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda