Jepara - Pemerintah Daerah Jepara mendukung Yayasan Kartini Indonesia dan Yayasan Pelestari Budaya Seni Jepara (YPBSJ) menggelar acara Pembentukan Forum Pemuda Pelestari Budaya dan Sejarah Jepara (FPPSJ). Minggu, 12/12/2021
Acara tersebut mengusung tema “Nyawiji Mbangun Negeri Kanti Santosaning Jatidiri” yang diselenggarakan di Gedung Shima komplek perkantoran Setda Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Minggu (12/12/2021).
Hadir dalam acara ini lima narasumber Ingga Tejo Suroto dari Lembaga Pelestari Sejarah Jepara, Dr. Alamsyah, M.Hum, Dr. Muh Fakhrihun Na'am, S.Sn., M.Sn., KRAT Bambang Setyawan Hadipuro, dan Wahyono, S.Pd. M.Sn dari Universitas Negeri Yogyakarta.
Acara dihadiri oleh hampir 45 orang dari berbagai latar belakang seperti mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi, pelaku seni pedalangan, pelaku seni kriya, perwakilan dari Unisnu Jepara dan akademisi, serta dalang dari Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Jepara Ki Hendro Suryo Kartiko, sekaligus Ketua Yayasan Marga Langit didampingi oleh Dalang Maulana Surono dan Dalang Muda Jepara Ki Ranu.
Hadi Priyanto dalam sambutannya mengatakan tentang pentingnya pemajuan kebudayaan yang sudah diatur di Pasal 5 UU No 5/2017 yang menyebutkan, objek pemajuan kebudayaan meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.
Sedangkan Dr. Alamsyah, M.Hum, dalam sambutannya menjelaskan tiga hal tentang melestarikan, melindungi, mencegah, dan menyelamatkan peninggalan sejarah melalui pelestarian atau melestarikan, melindungi agar tidak punah dan hilang, serta mengembangkan bisa melalui kajian-kajian.
Setelah dilindungi, dimunculkan, dan dipelihara, dijaga atau dirawat agar tetap ada. Hal ini harus dikembangkan baik melalui penelitian, dan revitalisasi disesuaikan konteks kekinian atau kebutuhan masa kini. “Bisa disesuaikan dengan kondisi saat ini tanpa mengurangi kearifan lokal dan menjaga agar tidak punah dan bisa menghidupi pelaku seninya dan kesejahteraannya bisa bertahan,” ucap Alamsyah dalam sambutannya.
Culture Heritage dengan tiga konsep melindungi, menyelamatkan, dan mengembangkan.
“Itu sebuah upaya memanfaatkan pelaku seni bisa menghidupkan dan juga bagi penikmat seni bisa ikut merasakan event atau peristiwa masa lalu dengan merekonstruksi sejarah dan waktu kronologis peristiwa sejarah,” jelas Alamsyah lagi.
Mengingat potensi Jepara kaya akan kekayaan artefak, seperti ornamen di masjid Mantingan dan punya karakteristik serta watak karakter menggambarkan seni rupa sebagai peninggalan artefak, termasuk kekayaan seni Monel, Tenun dan Keramik.
Potensi yang bisa direkonstruksi dalam penulisan sejarah apapun tentang sejarah dan warisan budaya, walaupun tidak menjadi cagar budaya atau formal diakui pemerintah menjadi cagar budaya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Muh Fakhrihun Na'am, S.Sn., M.Sn. Dosen Lektor Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Pria asal Desa Banjaran, Kecamatan Bangsri Jepara, Jawa Tengah yang memperoleh gelar Doktor dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Menceritakan tentang seni pewayangan yang berasal dari negeri India, namun oleh leluhur bangsa kita dikembangkan lebih dinamis dan luar biasa.
Sementara itu, KRAT Bambang Setyawan Hadipuro Ketua Paguyuban Seni Karawitan Loka Budaya yang beralamat di Joglo Hadipoeran, Kramat, Sukodono, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, mengatakan Keris adalah warisan budaya adiluhung sebagai budaya warisan yang tetap harus dilestarikan, mengingat perannya ketika di masa kejayaan Ratu Kalinyamatan dan Kesultanan, tentunya keris ikut berperan aktif sebagai senjata di masa penyerangan penjajah Portugis yang tercatat empat kali serangan Ratu Kalinyamat ke Ambon berdasarkan bukti primer.
Acara ini digelar untuk mengingat betapa pentingnya fakta sejarah dan historis agar bisa diinventarisasi dalam penulisan sejarah seperti blogging atau lewat medsos di era sekarang. #liputansbm
Pewarta : Puji S