Gunung Mas - Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah menugaskan Bidang Pengawas Ketenagakerjaan untuk menindaklanjuti laporan yang diajukan oleh Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan perkebunan ( FSP. PP-KSPSI) Kalimantan Tengah tentang banyaknya pelanggaran norma ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Perusahaan perkebunan Sawit PT Archipelago Timur Abadi (PT. ATA) di Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah, Rabu (5/7/2023).
Tim Pengawas dalam pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan di PT ATA tersebut di didampingi oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Gunung Mas dan Polres Gunung Mas.
Ketua Tim Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Jabal Akbar Anas S. Hut mengatakan dari pemeriksaan ini memang ada pelanggaran Norma Ketenagakerjaan yang dilakukan oleh PT. ATA.
"Saat ini kita masih melakukan pemeriksaan kepada PT ATA ini, memang ada pelanggaran dan secara Administrasi harus dipenuhi," ucap Jabal saat diwawancarai awak media Liputan SBM di sela -sela pemaksaan kepada PT ATA yang bertempat di Kawasan perkebunan Sawit di Kabupaten Gunung Mas, Rabu (5/7).
Jabal mengatakan hasil dari pemeriksaan ini mereka akan evaluasi dan nanti akan mereka beritahukan kepada Perusahaan PT ATA melalui Surat apa saja hasil yang didapat selama pemeriksaan.
"Yang pasti perusahaan harus mengikuti dan mentaati aturan yang sudah tertuang di dalam UU tenaga kerja nomor 13 tahun 2003," himbaunya.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan perkebunan ( FSP. PP-KSPSI) Kalimantan Tengah Nasarie T Rambung mengatakan bahwa kehadiran mereka bersama tim pengawas ini untuk menindak lanjuti laporan yang telah disampaikan oleh Ketua PUK PP-KSPSI Perkebunan Sawit PT ATA Kepada Bupati Gunung Mas
"Pengaduan yang kita sampaikan kepada Bupati Gunung Mas itu tentang adanya pembayaran upah dibawah minimum, kurangnya perhatian terhadap karyawan tentang K3 (kesehatan, keselamatan kerja), dan masalah pensiun yang dimana perusahaan masih mempekerjakan karyawan di atas umur 56 tahun, dan ini melanggar ketentuan PKB (perjanjian kerja bersama) yang telah kita buat bersama perusahan dulunya," beber Nasarie.
Nasari juga mengungkapkan bahwa mereka sudah mediasi dengan perusahaan sebanyak tiga kali dan mereka juga melampirkan surat yang ditandatangani oleh perusahaan Di atas materai yang juga ditandatangani oleh DPRD Kabupaten Gunung Mas
"Harapan kami apapun yang menjadi hak-hak pekerja harus dipenuhi oleh perusahaan berdasarkan peraturan dan ketentuan yang tertuang di UU nomor 13 tahun 2023," jelasnya.
Nasari juga mengatakan akan melaporkan perusahaan tersebut ke badan Ketenagakerjaan Internasional/International Labour Organization (ILO) bila tidak ada tanggapan sama sekali atau mediasi ini menemui jalan buntu.
"Bila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak untuk mewujudkan sesuatu yang baik kedepannya maka kami akan ke Jakarta melaporkan ke ILO dan RSPO," tegasnya.
Ditempat yang sama, HRD PT. ATA Ihdar Grandis Cusmintyo saat diwawancarai awak media mengatakan bahwa semua laporan yang diajukan pihak Serikat Pekerja PT. ATA ke pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sebenarnya miskomunikasi saja.
"Yang kami sesalkan adalah dari pihak SPSI sendiri yang dimana tidak mengkomunikasikan dulu hal ini kepada perusahaan, kan ada bipartit dan tripartit. Terus terang kami terkejut tiba-tiba ada pengaduan ke Polres, Bupati Gunung Mas dan Kapolda Kalimantan Tengah," katanya.
Kemudian saat ditanyakan tentang adanya pelanggaran K3 yang dilakukan oleh perusahaan, Ihdar mengatakan sebenarnya jika dilihat-lihat bahwa ada pekerja yang menggunakan APD. Jadi sebenarnya kata Ihdar, APD itu ada dan sudah disediakan oleh perusahaan akan tetapi banyak pekerja yang tidak mau menggunakannya.
Lalu saat media ini menanyakan terkait banyaknya pekerja yang tidak diangkat menjadi karyawan tetap padahal mereka sudah bekerja diatas 5 tahun, Ihdar menyampaikan bahwa menurut aturan tentang Ketenagakerjaan bahwa 21 hari bekerja terus menerus selama 3 bulan harus ada pengangkatan status karyawan akan tetapi ada pekerja yang selama waktu tersebut tidak dapat memenuhi target yakni 21 hari kerja secara berturut-turut, dan ada juga sebagian pekerja yang tidak mau diangkat karena tidak mau terikat dengan perusahaan contohnya ada pekerja yang baru sebulan kerja sudah pulang ke kampungnya lagi.
"Kami sebenarnya berharap banyak pekerja yang bisa menjadi pekerja tetap di perusahaan. Jadi tidak usah lagi kita mendatangkan pekerja dari luar," pungkasnya.
Pewarta : Andy Ariyanto | Liputan SBM