AR korban KDRT. (ist) |
Suaminya, SR (32), yang seharusnya melindunginya, justru menjadi sosok yang membuatnya mengalami kepedihan yang mendalam.
Semua berawal pada Juli 2024, ketika AR tengah mengandung empat bulan, harapan dan kebahagiaan mengisi hari-harinya.
Namun, kebahagiaan itu berubah menjadi mimpi buruk ketika, di tengah perselisihan, SR dengan keji menendang perutnya.
Pukulan tak hanya merobek hati AR, tapi juga membuatnya kehilangan janin yang telah ia nanti.
"Posisi saya waktu itu sedang hamil, dan dia menendang perut saya hingga menyebabkan keguguran," ungkap AR dengan suara bergetar menahan isak.
Kekerasan itu ternyata bukan yang terakhir. Selama berbulan-bulan berikutnya, ia hidup dalam ketakutan. SR berulang kali memperlakukan AR dengan kekerasan, mengabaikan kondisi fisik dan mental istrinya.
Pada akhir September 2024, ketika AR masih hamil, SR diduga kembali melakukan tindak kekerasan yang membahayakan jiwanya. Dengan tangan kasar, ia mencekik, melemparnya ke dinding, dan bahkan menuntut keinginan yang tak wajar.
"Suami saya seperti maniak. Dia punya dorongan yang tidak bisa saya pahami," lirih AR sambil menunjukkan hasil rontgen yang memperlihatkan tulang jarinya patah akibat kekerasan tersebut.
Pada 18 Oktober 2024, dengan keberanian yang tersisa, AR akhirnya melaporkan suaminya ke Polresta Palangka Raya. Laporan ini menjadi harapan terakhirnya untuk mendapatkan keadilan dan keamanan.
"Harapan saya, semoga pelaku segera diproses secara hukum. Saya ingin keadilan," ujarnya dengan tatapan penuh harap.
Tragedi yang dialami AR menggugah keprihatinan masyarakat. Kasus ini kembali mengingatkan kita akan pentingnya memberikan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga. (red)