Polri Dorong Pendekatan Kearifan Lokal dalam Penyelesaian Konflik Sosial di Kalimantan - Liputan Sbm

Nusantara Baru Indonesia Maju

Nusantara Baru Indonesia Maju

16/1224

16/1224

12 September 2024

Polri Dorong Pendekatan Kearifan Lokal dalam Penyelesaian Konflik Sosial di Kalimantan

LIPUTANSBM, PALANGKA RAYA - Penjabat Wali Kota Palangka Raya, diwakili oleh Plh. Sekretaris Daerah Kota Palangka Raya, Arbert Tombak, menghadiri acara Focus Group Discussion (FGD) se-Kalimantan yang berlangsung di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Kamis (12/09/2024).

Acara ini merupakan bagian dari Program Pendidikan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat 1 Angkatan LX Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia Tahun 2024. FGD ini mengangkat tema “Transformasi Peran Polri dalam Penyelesaian Konflik Sosial Sengketa Lahan melalui Pendekatan Kearifan Lokal Falsafah Huma Betang."

Tema ini diusung sebagai upaya memperkuat peran Polri dalam penyelesaian konflik sosial, khususnya sengketa lahan yang sering terjadi di Kalimantan, dengan pendekatan yang lebih humanis dan berbasis kearifan lokal. 

Konsep Huma Betang, yang menekankan nilai-nilai kesetaraan, kebersamaan, kekeluargaan, persatuan, dan ketaatan pada hukum, diharapkan mampu menjadi landasan dalam mencegah dan menyelesaikan konflik secara lebih efektif dan harmonis.

Wakapolda Kalimantan Tengah membuka kegiatan ini dan menyampaikan pentingnya peran aparat dalam mengedepankan pendekatan berbasis kearifan lokal.

Menurutnya, kearifan lokal dapat menjadi sarana untuk meredakan ketegangan, membangun dialog, serta memperkuat kebersamaan dalam masyarakat.

Turut hadir dalam FGD ini, Plh. Asisten Pemerintahan dan Kesra Provinsi Kalimantan Tengah, Ketua Sementara DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, sejumlah pejabat Forkopimda Kalimantan Tengah, Sekretaris Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah, serta perwakilan dari Forum Kebangsaan, organisasi masyarakat, dan paguyuban yang ada di provinsi tersebut.

Para peserta berdiskusi mengenai berbagai strategi dan pendekatan yang bisa diterapkan dalam mengatasi sengketa lahan. Selain itu, mereka juga mengeksplorasi cara agar nilai-nilai Huma Betang dapat diintegrasikan dalam kerja Polri di lapangan.

Sejumlah narasumber menekankan bahwa dalam konteks Kalimantan, penyelesaian konflik sosial perlu mempertimbangkan latar belakang budaya dan adat istiadat masyarakat setempat agar pendekatan yang dilakukan lebih efektif dan dapat diterima oleh semua pihak.

Dengan adanya FGD ini, diharapkan akan muncul rekomendasi konkret yang dapat diimplementasikan di wilayah Kalimantan dalam penyelesaian konflik sosial dan sengketa lahan.

Pewarta : Andy Ariyanto

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda